Duhai Pengunjuk Rasa, Jangan Biarkan Seorang Ibu Menumpahkan Airmata!




Aksi Sweeping

Apa pendapat agan kalau ngelihat seorang ibu tua dipaksa turun dari sebuah metromini?

Si ibu itu melangkah turun dengan raut wajah bingung campur sedih. Sesekali ia menyeka airmata. Mulutnya komat-kamit menjawab pertanyaan wartawan yang menyorot wajahnya dengan kamera.

"Saya mau berobat, pak," keluhnya kepada pak polisi yang membantu si ibu turun menjauhi sopir angkot yang menghadang.

Sungguh miris. Jika si ibu meninggal di jalan, apakah mereka mau tanggung jawab? Atau jangan-jangan malah mereka sudah nggak peduli dengan nasib sesama. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana agar tuntutan mereka bisa terpenuhi. Persetan dengan orang lain yang kesusahan. Toh gw juga lagi susah!

Jika agan lagi kesusahan, apakah hal itu menjadi pembenaran bahwa orang lain harus turut merasakan penderitaan agan?

Pemicu Konflik

Ane sempat menyaksikan debat para petinggi penyedia jasa layanan angkutan online dan konvensional di acara ILC. Dari situ, ane menyimpulkan bahwa akar masalahnya adalah TARIF. Kita tahu bahwa dalam hal mengeluarkan uang, orang akan mencari harga terendah dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih baik. Di sinilah perang tarif antara taksi online dan taksi konvensional terjadi.

Taksi online, yang perusahaannya dianggap siluman, bisa dengan leluasa mengatur tarif mereka sendiri. Alasannya satu, mereka tidak dibebankan pajak perusahaan, pajak penghasilan, dan berbagai kebijakan lain yang dibebankan kepada setiap perusahaan yang ada.

Taksi konvensional, yang merasa teraniaya, menuntut pembubaran taksi online karena mereka menganggap bahwa tarif yang diberlakukan taksi online menghancurkan harga pasar. Mereka tidak bisa bersaing atau menurunkan tarif seenaknya karena mereka terikat dengan regulasi. Ada bagian penentu tarif seperti Organda setiap daerah. Inilah yang membuat mereka resah akan keberadaan pesaingnya yang mulai dicintai penggunanya.

Celoteh Masyarakat

Banyak yang komen secara spontan, "kenapa nggak bikin layanan online ajah sih? Kan perusahaannya udah gede!"

Pemikiran di atas memang benar. Pasti sangat mudah bagi perusahaan yang sudah lama berkecimpung di dunia pertaksian untuk merektur tim IT untuk membuat aplikasi online. Tapi, jika mereka membuat sistem serupa, mereka tetap terbentur masalah pajak perusahaan dan ketentuan tarif yang diberlakukan Organda. Apakah mereka harus membubarkan perusahaan yang sudah lama berdiri dan membangun perusahaan berbasis online yang belum tentu bisa bersaing dengan yang sudah ada?

Ada juga yang bilang, "ah elah, ini kan bagus bentuk kemajuan teknologi. Banyak masyarakat yang terbantu kok dengan keberadaan angkutan berbasis online!"

Pendapat ini juga benar karena orang-orang pada prinsipnya nggak mau repot untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tapi, jika tarifnya disejajarkan atau bahkan dibuat lebih mahal dari taksi konvensional, apa masih ngerasa mereka terbantu?


Solusi Terbaik

Pemerintah, dalam hal ini Dishub dan Kemenkominfo, selaku pembuat regulasi harus segera mencari titik tengah yang menguntungkan kedua belah pihak.

Kita ambil contoh pajak-pajak yang dibebankan kepada taksi konvensional juga harus diberlakukan bagi mereka yang bernaung di bawah perusahaan angkutan berbasis online. Penentuan tarif juga harus disama-ratakan antar penyedia layanan.

Dengan demikian, antara taksi online dan taksi konvensional bisa bersaing dengan sehat karena taksi online tidak bisa lagi menerapkan tarif 'murah meriah' ke masyarakat. Selain itu taksi konvensional juga akan mulai mengembangkan layanan online pada perusahaan mereka.

Lantas bagaimana dengan abang ojek konvensional yang belum punya tarif seragam? Cobalah membuat perkumpulan ojek konvensional dengan tarif yang jelas sehingga kepercayaan masyarakat bisa tumbuh kembali. Karena beberapa oknum ojek konvensional terkadang suka memberlakukan tarif 'aji mumpung' kalau masyarakat lagi kepepet menggunakan jasa mereka.

Kesimpulan

Baik angkutan berbasis online maupun konvensional, mereka semua sama-sama harus dijaga eksistensinya karena di belakang mereka ada anak-istri atau anak-suami yang menggantungkan hidup mereka pada tulang punggung keluarga. Janganlah bersikap egois memaksa harus begini harus begitu.

Sejatinya, rakyat kecil hanyalah alat yang dipakai oleh mereka yang berkepentingan untuk memuluskan keinginannya. Jangan biarkan rakyat tak berdosa menjadi korban. Kita semua diperintahkan untuk berusaha dan bekerja untuk menjaga wibawa keluarga. Agar kita tidak meminta-minta di jalan.

Sayangi diri kita masing-masing dengan menghargai orang lain karena pada hakikatnya rezeki yang sudah digariskan untuk kita tidak akan bisa dirampas orang lain.

Mari sama-sama berdoa agar pemangku kepentingan, dalam hal ini pemerintah, bisa mengeluarkan kebijakan yang seadil-adilnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

www.kaskus .co.id/thread/56f0cbfe98e31bb55e8b457c/duhai-pengunjuk-rasa-jangan-biarkan-seorang-ibu-menumpahkan-airmata

Artikel Biar Tranding Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top